*Tak'kan
Ku Biarkan Kau Menghilang Meski Sedetikpun*
Sepulang
sekolah aku segera ganti seragam dengan kaos berwarna ungu dan
mengenakan celana jeans panjang berwarna hitam. Aku mengambil tas
yang ada di atas meja belajar yang sudah berisi buku pelajaran untuk
ku pelajari di tempat les. Dan hari ini pun ada tes penting. Kali
inipun, aku harus dapat nilai A. Tidak mau seperti yang sebulan yang
lalu. Saat ingin berangkat, mama memanggilku dari ruang kerjanya.
"Hanie..."
Panggil mama.
"Ya,
ma.."Jawabku.
"Kesini
sebentar!"
Aku
segera menghampiri mama di ruang kerjanya.
"Ada
apa ma? Aku udah terlambat ke tempat les nih."
"Hari
ini kamu jangan les ya sayang, tolong kamu jaga Hana. Kasihan dia
kalau main sendirian."
"Apa?
Ma, hari ini aku ada tes, kalau tidak hadir, aku bisa-bisa dapat
nilai D lagi dan aku ngga mau itu terulang lagi."
"Ngga
apa-apa sayang. Sesekali kamu tolong jaga Hana yah. Dia masih kecil,
dia butuh makan, main, tidur, dan kamu harus menjaganya ya kamu kan
kakak nya."
"Ma,
jangan hari ini. Besok, saja ya. Besok aku free kok.”
“Besok,
mama juga free sayang. Tapi, hari ini naskah mama harus segera di
kirim ke kantor. Mama baru akan berangkat sekarang. Mama cuma bisa
mengandalkanmu. Tolong jaga Hana yah sayang.”
“Ma,
aku hanya anak kelas 6 SD bisa apa aku bersama batita itu.”
“Kamu
bisa sayang. Sudah yah, mama pergi dulu. Sudah janji tidak datang
terlambat. Daahh...”
“Mama....”
“Nanti
mama pulang larut malam, kamu beli shomai aja ya, buat makan. Pulang
nya mama akan bawa kue.”
Mama,
cepat sekali hilang dari pandanganku. Semoga berhasil, ma. Awalnya,
mamaku seorang penulis novel. Karena ceritanya menarik bagi pembaca
di seluruh negara, membuat seorang direkture entertaint Korea, yaitu
papaku menyukai karya nya. Sekian tahun bekerja sama, Dengan penuh
cinta, akhirnya mereka menikah. Lahirlah aku dan Hana. Karna itu,
mamaku sekarang menjadi seorang penulis naskah untuk film yang di
buat di Korea. Itulah impian mama saat masih sekolah dulu. Hari ini,
mama ada acara penting di kantornya. Aku harus mengerti. Aku tau,
mama pasti repot, harus bekerja dan mengurus kami. Apalagi papa
sekarang ada di Korea mengurus film baru yang akan di buatnya. Jadi,
sekarang hanya ada aku dan Hana.
“mai
yu ta” Ajak Hana.
“Kamu
mau main apa?” Tanya ku.
“Kelual
lumah. Mai cepeta acah yu”
“Main
sepeda? Hm.. baiklah. Ayo!”
Aku
menggendongnya menuju halaman rumah. Aku mengambil sepeda roda 3
miliknya. Aku menaruhnya di sepeda dan aku membantu mendorong nya
dari belakang.
“Hana
cenang cekaliiii... ta. Ayu ta dolong lepih encang agii”
“Nngga,
nanti kamu jatuh, sayang.”
“Nda.
Ayu dolong... ta....”
“Iya,
iya baiklah...”
Dia
pun tertawa. Entahlah, tiba-tiba saja perasaan kesalku pada nya
hilang. Ini jadi lebih menyenangkan.
“Halo,
Hana. Lagi main sama kakak yah?” Tanya ibu tetangga yang lewat
depan rumah.
“mai
cama tata..,..” jawab Hana.
Ibu
itu bersama anaknya menghampiri kami.
“Seru
yah...” Ibu itu tersenyum pada Hana.
“Ma,
aku juga mau main sepeda.” Pinta anak ibu itu.
“Mama
ngga bawa sepeda kamu sayang.”
“Tapi
aku mau main sepeda.” paksa anak itu.
“Cangan
nangi ya. Inyi, mai cama cepetaku acah..” Hana memberikan sepedanya
pada anak itu. Hana duduk di tanah, sambil memegang batu.
“Atu
mai macak-macakan... acah ya taaa....” Kata Hana.
“Wah,
Hana anak yang baik yah. Terimakasih yah.” Puji ibu tetangga pada
Hana.
Setelah
ibu itu memuji Hana, tiba-tiba saja anak ibu itu yang kira-kira
usianya 3 setengah tahun memukul ibunya sendiri dengan keras.
“Ah!”
Teriak ibu itu terkejut.
“Kamu
kenapa? Kan udah di pinjami sepeda sama Hana. Sudah main sana.”
Lanjut ibu itu.
Lalu
anak itu bukan nya main sepeda, tetapi malah dia terus memukuli
ibunya sendiri.
Tiba-tiba
saja anak laki-laki itu menangis. Dan berhenti memukuli ibunya.
“Cangan
malah-malah cama mamamu cendili. Tamu alusnya peluntung punya mama
yang paik. Yang celalu ata puat tamu. Mama Hana celalu cipuk, cati
Hana cuma mai cama tata. Hana cetih talo liat mama yang paik cama
tamu ti putulin. Ayu mita maaf cama mama tamu.” Perintah
Hana.
Anak
itu masih menangis.
“Hana,
kamu pukul dia yah?” Tanyaku.
“Hana
nda pukul. Tapi Hana timpah pate patu.” Jawab Hana.
“Apa?
Kamu timpah dengan batu?” Aku menoleh ke arah ibu itu yang tampak
marah.
“Hanie,
kamu jagain tuh adik kamu. Jangan memukul seenaknya aja. Dasar,
anak-anak ngga di rawat orang tua. Orang tua macam apa ngga bisa
ngerawat anaknya sendiri. Sudah ayo kita pulang.” Ibu itu pergi
sambil membawa anaknya yang menangis.
“Kamu
puas Hana? Kamu telah membuat orang itu menjelek-jelekan orang tua
kita. Selama ini, kakak menjadi anak baik supaya orang ngga
menjelek-jelekan papa dan mama kita. Tapi, kamu benar-benar nakal.
Kakak ngga suka sama kamu. Kakak ngga peduli lagi sama kamu.” Aku
berlari kedalam rumah. Air mataku tak tertahan lagi. Aku meninggal
kan anak itu sendirian di depan rumah. Aku ngga peduli.
Karena
permintaan mama, Hari ini aku ngga les hanya karena harus menjaga
anak usia 2 tahun itu. Hiks! Anak itu, gara-gara dia aku akan dapat
nilai D lagi. Menyebalkan. Dari dulu, aku memang ngga pernah suka
sama dia. Di tambah lagi, dia membuat papa dan mama ku di
jelek-jelekan sama orang itu. Menyebalkan. Semua karena Hana. Aku
ngga peduli dan ngga mau tau lagi tentang dia. Menghilanglah. Itu
yang ku inginkan darimu.
Beberapa
jam di dalam rumah ku habiskan menangis di kamar. Mengingat kejadian
tadi membuatku sesak. Tapi, setelah ku pikir-pikir Hana tidak salah.
Dia hanya ngga suka kalau melihat seorang ibu yang baik di sakiti
oleh anaknya sendiri. Hana merasa, anak itu beruntung memiliki mama
yang selalu bisa menjaganya setiap saat. Tidak seperti Hana. Mama
kami selalu sibuk membuat naskah. Karena itu Hana marah. Mama yang
sebaik itu di sakiti. Itulah yang Hana pikirkan. Tidak, Hana bukan
anak nakal. Hana anak yang baik. Aku telah bicara kasar padanya.
Sepertinya, aku harus meminta maaf padanya. Tanpa Hana pun aku
kesepian. Anak itu... Ngga boleh hilang. Dia harus di sini bersamaku.
Selamanya.
Aku
melirik ke arah jam dinding. Menunjukkan pukul 17.04 sore. Hana. Aku
harus cari dia.
Aku
mencari Hana di sekitar Halaman tidak ada. Aku mencarinya di dalam
rumah pun tidak ada. Astaga! Dia kemana sih??? Ngga mikirin aku apa?
Bagaimana ini.... Hana maafkan kakak yah sayang. Jangan menghilang.
Kakak mohon.
“Tata...
ini Chomay buat tata matan ya.”
“Bahkan,
suaranya masih ku dengar. Hana. Pulang lah. Kakak menunggu mu.”
“Atu
ata ti belatang tata.”
Hana?
Aku berbalik. Ternyata dia ada di belakang ku. Hana.
“Hana....
maaf kan kakak ya. Kakak yang salah...” Aku memeluknya.
“Atu
peli chomay ta. Puat tata matan. Tuh apang nya. Tata yang payalin
yah.”
“Iya.
Bang berapa shomay nya??” Tanyaku pada penjual shomay itu.
“10.000
neng.”
Aku
membayar nya dengan uang yang ada di kantong celana jeans ku. Aku
tidak peduli dengan hal yang lain. Meski dapat nilai D sekalipun,
Hana lebih penting dari apapun. Kemudian, aku menggandeng tangan Hana
dan kami masuk ke dalam rumah bersama. Tak kan ku biarkan kau
Menghilang. Meski sedetikpun.
**Selesai**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar